Article Detail
Non scholae sed vitae discimus
HARDIKNAS 2014
Non scholae sed vitae discimus
Setiap tahun bangsa tercinta Indonesia selalu memperingati hari pendidikan nasional yang jatuh tepat tgl 2 Mei. Mulai sekolah dasar hingga sekolah meneggah atas mengadakan upacara bendera lalu biasanya pihak sekolah mengadakan aneka lomba. Meski ada yang sedikit mengganggu pikiran saya yaitu mengapa di unversitas tidak pernah ada upacara bendera! Saya sebagai guru yang telah berpengalaman selama puluhan tahun mengajar di kelas kecil sangat tertarik dengan sebuah falsafah tentang makna pendidikan dari bahasa latin yaitu non scholae sed vitae discimus. Akan tetapi peringatan hardiknas selalu dikaitkan dengan sosok pahlawan bangsa yang peduli dengan pendidikan taman siswa.
Ki Hajar Dewantoro sang pahlawan dengan falsafah Ing Ngarso sung tulodo,Ing madya mangun karso Tut wuri handayani. Namun sayang falsafah bangsa yang luhur ini jarang atau tidak dilaksanakan seutuhnya oleh semua stakeholders pendidikan bangsa. Entah mengapa! Mungkin pendidikan masih dianggap “proyek” yang menghasilkan keuntungan besar di pihak tertentu!
Saya bukan membandingkan kedua falsafah mana yang benar! Sekali tidak. Mengapa saya tertarik untuk membahas falsafah latin? Menurut saya falsafah itu adalah point penting dari inti belajar mengapa anak-anak pergi atau belajar di sekolah. Arti dari non scholae sed vitae discimus adalah kita belajar bukan untuk sekolah/bukan belajar tentang sekolah tapi belajar untuk hidup. Di sinilah makna yang sesungguhnya dapat kita pelajari secara mendalam. Kalau boleh saya terjemahkan maka di sekolah anak-anak/siswa-siswa bukan diajak belajar untuk mempelajari sekolah namun mempelajari tentang ilmu. Ilmu apakah? Ilmu yang diperoleh dari bapak dan ibun guru. Hidup membutuhkan ilmu. Bukan sekedar hidup apa adanya atau hidup tanpa ilmu. Binatang saja membutuhkan keahlian dari induknya agar bisa eksis menjalani kehidupan. Begitu juga manusia. Ilmu sangat penting bagi anak didik sebagai bekal untuk mengarunggi perjalanan mengapai cita-cita di dunia ini. Karena persaingan tiada henti jadi belajar mempelajari ilmu juga terus digalakkan tiada henti pula.
Ilmu menjadi sesuatu yang sangat penting dibutuhkan oleh peserta sekolah mulai TK hingga S3. Lalu pertanyaan berikutnya siapa pemilik ilmu tersebut? Di sekolah ya…gurulah pemilik itu tersebut. Sehingga ada proses transformasi ilmu dari guru ke murid. Selama proses kegiatan belajar mengajar maka terjadi proses transformasi ilmu. Namun di era serba digital benarkah pemilik ilmu hanya dimiliki oleh guru! Internet telah mengubah pola kehidupan manusia lebih cepat dan dinamis. Di internet sudah ada jutaan ilmu dari berbagai disiplin ilmu dan jutaan informasi. Lalu dengan apa dengan guru?
Sekali lagi proses belajar mengajar membutuhkan sebuah peran penting guru untuk selalu hadir menemani,membimbing,mengarahkan,menjelaskan kepada anak-anak. Sehingga guru harus melek/terbuka akan perubahan yang terjadi di luar kelas. Harus ada keseimbangan yang artinya guru harus belajar juga untuk menimba ilmu dari internet. Karena kalau tidak anak-anak akan mudah mendapat ilmu yang dia inginkan hanya sekedar downloads google atau wikiwidia atau situs yang menyediakan jutaan ilmu.
Padahal ilmu di dapat dari internet tersebut belum tentu bisa digunakan untuk hidup! Ada sebuah proses untuk mengolah ilmu untuk menjadi bermanfaat. Bisa jadi ilmu membahayakan diri sendiri karena tidak tahu sejauhmana peran penting ilmu tersebut. Jadi peran guru semakin bertambah dengan kehadiran internet. Pada kesempatan hardinas 2014 saya sebagai guru sekolah dasar St.Carolus Surabaya ingin mengajak guru-guru yang lain untuk mempertegas bahwa belajar bukan hanya di kelas,di sekolah anak-anak bukan belajar tentang sekolah tetapi bagaimana mengembangkan,merekayasa,memanfaatkan ilmu untuk hidup demi kepentingan anak didik. Kearifan lokal sangat perlu diperhatikan agar anak-anak tidak tercabut dari akarnya. Ilmu itu bukan eksak non eksak tapi juga proses seperti pembentukan karakter,meningkatkan rasa kasih sayang,terciptanya rasa sosial diantara teman,mengenal ketuhanan,hormat pada orang tua,guru,mencintai sesama,belajar kemandirian, cinta akan bumi atau go green. Dedikasi guru harus bisa terwujud dengan kerjasama dengan murid dan orang tua. Teknologi hanya media belaka bila tidak dimanfaatkan untuk kehidupan anak-anak nantinya. Masa depan terletak pada kemauan anak bukan alat! Belajar bukan hanya mencari IQ tapi juga EQ,dan RQ atau SQ. Selamat hari pendidikan nasional bangsa tercinta INDONESIA 2014
Ibu Anas.
-
there are no comments yet